Selasa, 09 Juni 2009

Al-Faatihah


Surat Makkiyyah

Surat ke-1 : 7 ayat


Abu Bakar bin al-Anbari meriwayatkan dari Qatadah, ia menuturkan, surat-surat dalam al-Qur-an yang turun dimadinah adalah surat al-Baqarah, Ali’Imran, an-Nisaa’, al-Maa-idah, Baraa-ah, ar-Ra’d, an-Nahl, al-Hajj, an-Nuur, al-Ahzab, Muhammad, al-Hujuraat, ar-Rahmaan, al-Hadiid, al-Mujadilah, al-Hasyr, al-Mumtahanah, ash-Shaff, al-Jumu’ah, al-Munaafiquun, at-Taghaabun, ath-Thalaaq, dan ayat “Yaa ayyuhannabiyyu lima tuharrimu” sampai pada ayat kesepuluh, az-Zalzalah, dan an-Nashr. Semua surat diatas diturunkan dimadinah, sedangkan surat-surat yang lainnya diturunkan dimekkah.


Jumlah ayat didalam al-Qur-an ada 6000 ayat. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah yang lebih dari enam ribu tersebut. Ada yang menyatakan tidak lebih dari enam ribu tersebut, ada pula yang menyatakan jumlahnya 6236 ayat. Yang terakhir ini disebutkan oleh Abu’Amr ad-Dani dalam kitabnya al-Bayan.


Mengenai jumlah kata, menurut al-Fadhl bin Syadzan dari ‘Atha’bin al-Hamami mengatakan, al-Hajjaj (al-Hajjaj bin Yusuf) pernah mengumpulkan para qurra’ (ahli bacaan al-Qur-an), huffadz (para penghafal al-Qur-an), dan mengenai al-Qur-an secara keseluruhan, berapa hurufnya?” setelah dihitung, mereka sepakat bahwa jumlahnya 340.740 huruf. Kemudian al-Hajjaj mengatakan:”Sekarang beritahukan kepadaku mengeani pertengahan al-Qur-an.”Ternyata, pertengahan al-Qur-an itu adalah huruf “ "فُ Dalam kalimat وَ لْيَتَلَطَّفْ pada surat al-Kahfi


Para ulama berbeda pendapat mengenai arti kata surat, dari kata apa ia diambil? Ada yang berpendapat bahwa kata ا لسَّوْ ةُ itu berasal dari kata اْلإِ باَ نَةُ (kejelasan) dan ْ ا لإ ِرتْفا عُ (ketinggian)


Seorang penyair, an-Nabighah, mengatakan:


أَ لَمْ تَرَ أَ نَّ أَ عْطَا كَ سَوْ رَ ةَ * تَرَ ي كُلَّ مَلِكٍ دُ وْ نَهَا يَتَذَ بُ


Tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah telah memberimu kedudukan yang tinggi.

Yang engkau melihat setiap raja yang lebih rendah darinya merasa bimbang.

Dengannya, pembaca berpindah dari satu tingkatan ke tingkatan lainnya. Ada yang mengatakan, karena kemuliaan dan ketinggiannya laksana pagar negeri. Ada juga yang mengatakan, disebut surat karena ia potongan dan bagian dari al-Qur-an yang berasal dari kata أَ ساَ رُ اْ رُ الإ نَا ء, yang berarti sisa.


Berdasarkan ini, maka kata yang asal huruf wawu adalah hamzah, kemudian hamzah tersebut diganti menjadi wawu karena huruf sebelumnya berdhammah untuk memperingan bacaan. Adajuga yang mengatakan, disebut surat karena kelengkapan dan kesempurnaannya, karena bangsa Arab menyebut unta yang sempurna dengan surat. Menurut penulis, boleh juga berasal dari rangkuman dan liputan terhadap ayat-ayat yang dikandungnya, seperti halnya pagar negeri disebut demikian karena meliputi rumah dan tempat tinggal penduduknya.


Jama السُّورَ ةُ adalah سُوَرٌ . Ada juga yang menjama’nya dengan kata سُوْ رَ ا تٌ dan سُوَ رَ ا تٌ Sedangkan ayat merupakan tanda pemutus kalimat sebelumnya dengan yang sesudahnya, artinya terpisah dan tersendiri dari lain-nya. Allah SWT berfirman : ِإِ نَّ ء ا يَةَ مُكِهِ Sesungguhnya ayat (tanda) kekuasaan-Nya (QS. Al-Baqarah :248 )


An-Nabighah berkata :


تَوَ هَّمْتِ لَهَا فَعَرَ فْتُهَا * اِسِتَّةِ أَ عْوَ ا مٍ سَا بِعُ


Aku membayangkan ciri-cirinya, maka aku pun mengenalnya.

Setelah berlalu enam tahun dan sekarang yang ke tujuh.

Ada juga yang menyatakan, disebut ayat karena ia merupakan kumpulan dan kelompok huruf-huruf al-Qur’an. Sebagaimana dikatakan, mereka keluar denagn ayatnya, yaitu dengan kelompoknya.


Seorang penyair megatakan:


خَرَ جْنَا مِنَ ا لنَّقْبَيْنِ لاَ حَىٌّ مِشْلُنَا * بَا يِتنَا نُزْ جِى ا لَّلقَاحَ ا لْمُطَا فِلاَ


Kami keluar dari Naqbain, tiada kampong seperti kami.

Dengan membawa serta kelompok kami, kami menggiring ternak unta.

Ada juga yang menyatakan, disebut اَ ية karena ia merupakan suatu keajaiban yang tak sanggup manusia berbicara sepertinya. Sibawaih mengatakan, kata itu berasal dari kata “أَ بَيَةُ , seperti أَ كَمَةٌ dan شَجَرةٌ lalu huruf “ya” yang satu berubah menjadi alif, sehingga menjadi “اَ يَةٌ “. Jama’nya adalah اَ يٌ atau اَ يَ بٌ

Sedangkan yang dimaksud kalimat (kata) itu adalah satu lafaz saja, tetapi bisa juga terdiri dari dua huruf, misalnya “مَا “ , “لاَ “ dan lain sebagainya. Atau bahkan lebih dari dua huruf, dan paling banyak adalah sepuluh huruf, misalnya, فَأَ سْقَيْنَا كُمُوْ هُ . Dan terkadang satu kalimat menjadi ayat, Abu Amr ad-Dani mengatakan, aku tidak mengetahui satu satu kalimah yang merupakan satu ayat kecuali firman Allah SWT :

( مُدْ هَاَ مَّتَا نِ ) yang terdapat dalam surat ar-Rahman.


Al-Qutrhubi mengatakan: para ulama sepakat bahwa didalam al-Qur-an tidak terdapat satu pun susunan kata yang a’jamiy (non Arab). Dan mereka sepakat bahwa didalam al-Qur-an itu terdapat beberapa nama asing (non Arab) misalnya lafazh Ibrahim.

Selasa, 02 Juni 2009

MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah, Rabb sekalian alam, Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para Sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari kiamat.
Kajian serta upaya memahami dan memahamkan al-Qur-an, belajar dan mengerjakannya kepada orang lain termasuk tujuan amat luhur dan sasaran yang sangat mulia. Dan ilmu tentang al-Qur-an yang paling sempurna adalah ilmu tafsir.

Yang ada dihadapan pembaca sekarang ini adalah tafsir seorang ulama faqih, juga seorang ahli hadist, Imaduddin Abu al-Fida' Isma'il bin 'Umar bin Katsir ad-Dimasyqi al-Qurasi asy-Syafi'i. Lahir pada tahun 700 H dan meninggal dunia pada tahun 774 H. Ia terkenal sebagai seorang yang sangat menguasai ilmu pengetahuan, khususnya dibidang ilmu tafsir, hadits, dan sejarah. sangat banyak buku yang telah beliau tulis dan dijadikan rujukan oleh para ulama, huffazh dan ahli bahasa.

Tafsirnya ini merupakan tafsir terbesar dan mengandung manfaat yang luar biasa banyaknya. Sebuah tafsir yang paling besar perhatiannya terhadap manhaj tafsir yang benar, sebagaimana dikatakan oleh ibnu katsir sendiri dalam muqaddimah yang disampaikannya:"Metode Penafsiran yang paling benar, yaitu penafsiran al-qur-an dengan al-qur-an. Jika anda tidak dapat menafsirkan al-qur-an dengan al-qur-an, maka hendaklah anda menfsirkan dengan hadist. dan jika tidak menemukan penafsirannya didalam al-qur-an dan hadist, maka hendaklah merujuk pada pendapat para sahabat, karena mereka lebih mengetahui berdasarkan konteks dan kondisi yang hanya merekalah yang menyaksikannya, selain itu mereka juga memiliki pemahaman yang sempurna, pengetahuan yang benar, dan amal shalih. Namun jika tidak ditemukan juga, maka kebanyakan para imam merujuk kepada pendapat para Tabi'in dan ulama sesudahnya.

Tafsir ini ditulis pada saat perhatian orang-orang sangat besar dalam mempelajari dan mengajarkan ilmu-ilmu syari'at, mengamalkan, mencatat dan memeliharanya. Dalam hal itu mereka mempunyai sumber dan rujukan yang banyak pada masing-masing bidang ilmu. Dalam sejarah misalnya, mereka memiliki mutiara dari orang-orang yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang sebab-sebab keberhasilan orang-orang bertakwa dan akibat bagi orang-orang lalai. Dalam kezuhudan, mereka memiliki banyak nasehat dan pelajaran, metodologi dan pemikiran dan pemikiran, penjelasan, pendekatan, anjuran dan peringatan.

Saat ini adalah saat yang penuh nafsu keserakahan, fitnah, teror, dan cobaan. cita-cita manusia yang kerdil dan otak mereka yang bimbang disibukkan dan terpengaruh oleh berbagai peristiwa zaman sekarang.
pada saat itulah, peran ulama sangat dibutuhkan, mereka harus mendekatkan ilmu-ilmu syari'at kepada generasi muda saat itu melalui berbagai macam cara yang terbaik adalah dengan meringkas buku-buku yang ditulis oleh ulama-ulama terdahulu agar sejalan dengan keterbatasan waktu orang-orang zaman sekarang.

karena faktor-faktor diatas, dengan memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah SWT, saya bermaksud ikut memberikan andil dalam bidang ini. dan untuk itu saya memilih meringkas tafsir Ibnu Katsir, karena kelurusan akidah yang dianutnya dan tafsir beliau adalah tafsir yang merangkum berbagai bidang ilmu syari'at.

Dalam melakukan peringkasan kitab ini, saya melihat cara terbaik adalah dengan membiarkan apa adanya kalimat-kalimat yang ditulis oleh ibnu katsir sendiri, dan menghilangkan beberapa hal yang saya anggap tidak perlu, seperti cerita, hadist-hadist dha'if, dan sebagainya.

Peringkas

DR.'Abdullah bin Muhammad
bin 'Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh